Keyakinan Syiah Terhadap Al-Qur'an

Mayoritas umat Islam di dunia termasuk di Indonesia adalah ahlu sunnah wal jama'ah atau yang lebih dikenal  dengan istilah sunni, yang mengamalkan Islan berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Al-Quran yang digunakan pun sama yaitu mushaf Utsmani.

Akan tetapi, berbeda dengan Syiah. Mereka memiliki keyakinan sendiri tentang Al-Quran yang ada ditangan umat Islam saat ini. Mereka menuduh telah terjadi perubahan, baik pengurangan maupun penambahan terhadap teks Al-Quran yang ada sekarang. Meskipun para ulama syiah ber-taqiyyah bahwa al-Qur'annya sama dengan sunni. Tapi faktanya dikitab-kitab rujukan utama mereka membuktikan bahwa al-Quran yang dimaksud memang berbeda dengan sunni.

Kitab Al-Kaafy dikatakan:
Dari Jabir, ia berkata, "Saya pernah mendengar Abu Ja'far berkata, tidak ada seorangpun mampu menghinpun Al-Quran seluruhnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali dia pendusta. Tidak ada seorangpun yang mampu menghimpun dan menghafalnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali Ali bin Thalib dan para Imam sesudah beliau." (Ushul Al-Kaafy, Jilid 1 Hal. 284)
Keterangan di atas jelad memposisikan bahwa tidak ada seorangpun yang hafal Al-Quran dan menghimpun Al-Quran secara  lengkap selain Ali Bin Abi Thalib dan imam-imam mereka.

Disamping kitab Al-Kaafy orang syiah juga berpedoman kepada kitab berjudul, Fashlul khitab fi ishbati Tahrif Kitabi Rabbil Arbab, karangan salah seorang ulama syiah asal Najaf , Mirza Husein bin Muhammad Taqy an-Nuri Ath- Thabrasi. Di dalam kitab tersebut di katakan bahwa telah terjadi pengurangan terhadap Al- Quran mushaf Al- Utsmany yaitu surah Al-wilayah. Menurut syiah isi surah tersebut menerangkan posisi Ali binAbi Thalib sebagai khalifah yang Sah setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam wafat.

Ust. Romly Qomaruddin: Pelaksanaan Haji Karbala Syiah Bukan Sekedar Kecemburuan Dan Puncak Kekesalan Iran Terhadap Saudi

H.T.Romly Qomaruddien,MA. ( Ketua Ghazwul Fikri dan Harakah Haddamah Majelis Fatwa dan Pusat Kajian Dewan Da'wah Pusat)
HAJI KARBALA: Pelaksanaan "haji karbala", bukan sekedar kecemburuan dan puncak kekesalan Iran terhadap Saudi akhir-akhir ini, melainkan setting agenda yang sudah sekian lama dikobarkan.
Keinginan merebut haramain sebagai dua kota suci Islam sudah sekian lama pula diidam-idamkankannya sejak zaman Hamdan Qaramith (sekte kebathinan ekstrim Qaramithah yang meyakini Imam 'Ali sebagai cerminan Tuhan) hingga zaman Khomenei yang disebut-sebut sebagai Ayatullah Ruuhullah (ayat dan ruh Alloh).
Berbagai sikap pun ditunjukkannya kepada dunia; mulai dari gagasan "Internasionalisasi Haramain" Imam Khomenei, huru hara "demontrasi Makkah" atas nama anti Amerika, revolusi Qathif, demontrasi Damam, sampai penolakan penandatanganan "nota kesepakatan" keamanan pelaksanaan ibadah haji yang merugikan kaum ahlus sunnah Iran sendiri. Serta ulah-ulah lainnya yang lebih menggambarkan semangat kebencian yang mmposisikan Saudi seolah-olah Dinasti Umayyah yang wajib diperangi.
Benar apa yang dikhawatirkan para analis dan sejarawan selama ini; Walid al-A'zhami yang mnyebut Revolusi Khomeneiyyah mrupakan warisan kebencian turun temurun dan penyebaran pemikiran destruktif (Lihat Al-Khomeneiyyah Warietsatul Harakaat al-Haaqidah wal Afkaar al-Faasidah: 1988), Dr. Abdul Mun'im an-Nimr yang mengingatkan terjadinya persekongkolan merebut ka'bah telah dmulai sejak masa lalu (Lihat Al-Mu'ammaraat 'alal Ka'bah minal Qaraamithah ilal Khomeneiyyah: 1988) dan Dr. Raghib Sirjani, juga Dr. Adam bin 'Abdillah al-Hilaly yang memaparkan bgmna cita-cita besar tegaknya kembali Daulah Syi'ah atau Kembalinya Imperium Persia Raya yang tengah mereka perjuangkan hingga memuncaknya keyakinan ideologis mereka dengan dalil-dalih yang dibuatnya "Fa inna Karbala afdhalu minal Ka'bah". Sesungguhnya Karbala lebih utama ketimbang Ka'bah. (Lihat Nashaaih Ghaaliyah: 1988 dan As-Syi'ah Nidhaal am Dhalaal: 2014). Mari jangan lupakan sejarah ...
Wallaahul musta'aan